Dompet digital atau electronic wallet (e wallet) merupakan salah satu bukti nyata perkembangan teknologi yang sangat pesat, dewasa ini. E wallet ini merupakan layanan pemabayaran yang dapat diakses dan digunakan secara online melalui smartphone.
Seperti yang dilansir dari kompas.com (08/01/2020), berdasarkan laporan dari Bank Indonesia (BI, pada tahun 2018, transaksi e-wallet hampir mencapai Rp21 triliun, dan diprediksi naik 17 kali lipat pada 2023 mendatang. Hal ini disebabkan oleh mudahnya bertransaksi dimanapun dan kapanpun, yang diberikan oleh layanan pembayaran ini. Penggunaan e-wallet ini memungkinkan transaksi nontunai yang mudah bagi penggunanya, karena hanya perlu menggunakan ponsel pintar yang dipakai sehari-hari. Selain itu, e-wallet biasanya juga banyak menawarkan promo dan diskon-diskon yang membuat pelanggan semakin senang untuk menggunakannya sehingga masyarakat menjadi semakin konsumtif.
Stevanus Pangestu dan Erwin Karnadi (dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya) pada bulan Juli dan Agustus tahun 2019, melakukan penelitian tentang Literasi Keuangan Generasi Z. Salah satu studi pendahuluannya ialah melakukan survei kecil menggunakan kuesioner online untuk memperoleh gambaran umum dan preferensi penggunaan e-wallet mereka.
Menurut penelitian mereka tersebut, diperoleh 405 responden berusia 18-21 tahun di wilayah Jabodetabek. Mayoritas dari mereka merupakan mahasiswa yang masih menerima uang dari orangtua, dan sepertiganya bekerja paruh waktu dan lepas waktu.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (58.4%) dari responden merasa menjadi lebih konsumtif. Hanya 30% merasa merasa lebih bisa mengelola keuangan lebih baik, 27% merasa sebaliknya
Dampak Perilaku Konsumtif
Konsumerisme yang berlebihan juga dapat menyakiti kesehatan mental, berdampak buruk pada lingkungan dan planet,dan pada skala mikro, dapat menjebak seorang individual ke dalam utang yang berlebihan. Namun, perilaku konsumtif juga tidak selamanya negative. Peningkatan konsumsi mampu menumbuhkan ekonomi, karena meningkatnya permintaan tentunya mendorong proses produksi yang berujung pada bertambahnya lapangan kerja.
Cara mencegah Hidup Konsumtif
Ada pula sesuai dengan lansiran dari Kompas.com, terdapat beberapa cara untuk mencegah kehidupan yang konsumtif.
- Bedakan antara kebutuhan dan keinginan
Kebutuhan adalah sesuatu yang dimiliki untuk bertahan hidup sedangkan keinginan adalah sesuatu yang tidak dibutuhkan namun bisa meningkatkan kualitas hidup. Contohnya adalah moda transportasi adalah kebutuhan setiap orang, sedangkan memiliki mobil mewah adalah keinginan. - Memiliki Rencana Keuangan
Kita harus bijak dalam menyusun rencana keuangan. Sebagai contoh, Sir Li Ka-shing, taipan dari Hong Kong mengajarkan untuk membagi penghasilan kita ke dalam lima pos: 30% untuk biaya hidup, 20% untuk bersosialisasi, 15% untuk pengembangan diri, 10% untuk travel, dan 25% persen untuk investasi. Dan lebih penting lagi, kita harus disiplin menjalani rencana keuangannya. - Gaya Hidup
Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya karier atau bisnis, perencanaan keuangan pun juga harus diperbarui. Generasi muda sering tergoda untuk meningkatkan (biaya) gaya hidup seiring bertambahnya penghasilan. Terutama mereka yang baru mulai bekerja. Sebaiknya, ketika penghasilan bertambah, kita tidak semakin konsumtif meski mungkin terdapat tuntutan gaya hidup.
Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa anak muda pada masa sekarang sangat fasih dalam penggunaan teknologi, namun sebaiknya juga harus diimbangi dengan kebijaksanaan pemanfaatannya.