Logo PrismaLink

Fintech Syariah, Solusi Layanan Keuangan yang Berbasis Syariat Islam

Terdapat dua macam Finance Technology (Fintech), yaitu konvensional dan Syariah. Sebagian besar fintech di Indonesia memang berasaskan konvensional. Namun, di tahun 2018 ini, mulai bermunculan beberapa fintech syariah yang menggunakan dasar-dasar dari aturan agama Islam.

Fintech Syariah

Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang signifikan antara fintech konvensional dengan Syariah. Keduanya sama-sama memberikan jasa layanan keuangan. Perbedaan antara keduanya hanya pada akad pembiayaannya saja, dimana fintech Syariah lebih mengikuti aturan-aturan syariat islam. Terdapat empat prinsip syariah yang harus dimiliki fintech ini yaitu tidak boleh maisir (bertaruh), qimar (spekulasi), gharar (ketidakpastian) dan riba (jumlah bunga melewati ketetapan).

Shabana M Hasan, seorang ahli dari Akademi Riset Syariah Internasional pada Finansial Islami di Malaysia (ISRA) menuturkan, finansial Islam adalah sistem finansial yang diteruskan dari kitab suci Islam (Qur’an) dan tradisi nabi (Sunnah).

Perkembangan Fintech Syariah

perkembangan fintech syariah

Fintech dengan sistem syariah pertama kali hadir di Dubai, Uni Emirat Arab. Pada tahun 2014 silam, salah satu fintech di dubai yaitu beehive, berhak mendapatkan sertifikat yang pertama dengan menggunakan pendekatan peer to peer lending (P2P) marketplace. Hingga saat ini, Beehive menjadi salah satu lembaga teknologi keuangan terkemuka di dunia dengan cakupan pasar yang sangat luas. Berawal dari Beehive, fintech syariah pun menjalar ke negara Asia lainnya, misalnya Singapura dan Malaysia.

Sedangkan di Malaysia juga terdapat salah satu fintech bernama Hello Gold. Hello Gold pun muncul dengan menggunakan teknologi “blockchain” yang mana juga menggunakan prinsip-prinsip syariah. Kemudia lambat laun, para pemain fintech ini pun juga menjalar ke Indonesia. Semua fintech berasaskan syariat islam itu pun sama, yaitu tidak mengunakan riba sehingga diklaim aman, sebab bunga yang diberikan sudah sesuai dengan ketentuan islam.

Konsep Akad Fintech Syariah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang belum memberikan regulasi pasti terhadap keberadaan perusahaan teknologi keuangan berbasis Syariah, sehingga aturan antara fintech konvensional dengan Syariah masih sama. Namun, Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa jika para fintech syariah harus mengikuti aturan dalam islam, salah satu yang menjadi masalah terpenting adalah riba atau bunga yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Selain masalah maisir, gimar, gharar dan riba, akad dalam fintech ini juga harus sesuai dengan:

  • Akad Mudharabah
    Yaitu, teknik kerja sama antara pemilik modal dan pengelola dana. Kedua belah pihak akan saling bertemu dan menentukan berapa besaran keuntungan yang akan dibagi secara adil. Namun, apabila ada kerugian, pemilik modal harus bertanggung jawab kecuali keteledoran yang dilakukan oleh pihak pengelola dana.
  • Akad Musyarakah
    Adalah teknik kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang mana menggunakan sistem bagi rata. Dengan kata lain, si pemilik modal dan pengelola dana akan mendapatkan keuntungan yang sama sesuai dengan kesepakatan awal. Namun apabila ada kerugian, kedua pihak juga harus bertanggung jawab dengan beban yang sama.

Manfaat Fintech Syariah

Tidak banyak yang berfikir bahwa fintech berbasis Syariah ini merugikan pihak bank serta menakutkan masyarakat, namun nyatanya ada banyak manfaat yang bisa dihasilkan oleh fintech syariah, seperti:

  1. Membantu UMKM
    Manfaat utama yang diberikan oleh fintech ialah, kesiapannya dalam membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memberikan jalan keluar yaitu mendapakan modal usaha. Biasanya, Bank memberikan beberapa persyaratan yang lebih rumit dibandingkan fintech.
    Pemikiran bahwa fintech merupakan saingan perbankan, merupakan hal yang dapat dikatakan salah. Karena sebenarnya, setelah mendapat dana dari fintech, UMKM tersebut diharapkan semakin berkembang hingga mendapat pendanaan dari bank. Dengan kata lain fintech sebagai inisiator atau perantara sebelum UMKM bisa menjangkau perbankan.
  2. Bebas Riba
    Seperti yang kita ketahui bahwa, hal yang membedakan antara fintech konvensional dengan syariah adalah akad yang digunakan. Selain itu, fintech syariah juga sebagai pendorong sekaligus penggerak untuk memperkenalkan gaya hidup halal kepada masyarakat luas dan tidak hanya terbatas pada masyarakat Muslim saja.
  3. Menguntungkan Berbagai Pihak
    Fintech terutama P2P lending dan crowdfunding sejatinya berperan sebagai penyalur antara satu pihak yang memiliki dana berlebih dengan pihak yang membutuhkan dana. Fintech berperan sebagai penjembatan hingga terjadi keseimbangan antara keduanya. Jadi, fintech bukan hanya menguntungkan masyarakat menengah ke atas dengan mendapatkan keuntungan, tetapi juga menyejahterakan masyarakat dengan usaha kecil agar mampu melanjutkan serta mengembangkan usahanya.
  4. Mudah
    Pada era sekarang ini, manusia sudah tidak dapat terlepas dari teknologi. Fintech hadir untuk membantu mengurangi hambatan dalam mengakses keuangan serta mendukung gaya hidup anak muda yang sangat melekat dengan teknologi informasi. Selain itu, karena kemudahannya untuk diakses secara online, maka bisa dilakukan siapa saja,dimana saja, dan kapan saja.
  5. Lebih Aman
    Dengan prinsip bebas riba, tentu saja menjadikan fintech Syariah lebih aman, karena riba hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Selain itu, dalam menjalani usahanya, fintech syariah wajib mengikuti aturan dari DSN-MUI dan OJK sehingga tidak perlu khawatir  akan keamanannya. Fintech juga terjamin operasionalnya karena telah melewati beragam proses

Hingga kini fintech telah mentransformasi banyak area dalam finansial syariah di Asia. Jenis layanan utama yang ditawarkan oleh perusahaan fintech syariah adalah pinjaman peer-to-peer (P2P) , crowdfunding, transfer uang, pembayaran mobile, platform perdagangan, manajemen kekayaan, dan asuransi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top